Sekilas tentang Kosmologi Islam: Perempuan dan Alam yang Lembut

 
      Membahas kosmologi berarti menyentuh ranah kealaman atau alam semesta. Alam semesta (kosmos) dalam khazanah pemikiran Barat dikaitkan dengan pandangan sains pada dunia yang bersifat materil. Pertanyaan-pertanyaan seperti darimana alam ini berasal? Kapan ada kehidupan di dunia ini berawal? Atau kapan waktu itu berawal? Jawaban dari pertanyaan tersebut dicarikan pada alam itu sendiri dengan mengukur dan menganalisa materi pembentuk alam yang diolah dalam laboratorium, tugas terakhir ini dikerjakan oleh para ilmuwan fisika. Sehingga yang paling mukhtahir dari jawaban itu adalah sebuah materi yang disebut “partikel tuhan” sebagai pembentuk awal. Sedangkan awal waktu bermula pada “BigBang”.
     Tidak seperti pada kosmologi Barat, Alam semesta dalam Islam tidak terlepas dari kaitannya dengan sebuah keyakinan terhadap TUHAN. Sehingga pemahaman pada alam semesta memiliki kerangka spiritual. Dalam kosmologi Islam menempatkan hubungan ALAM-JIWA-TUHAN yang tak terpisahkan. Ketiganya dapat direalisasikan manusia dalam dirinya (Tahqiq). Perealisasian ini menjadi basis dalam kosmologi Islam.
     Lalu apa hubungannya antara Kosmologi Islam dan perempuan, bukankah perempuan merupakan berada dalam alam, sehingga perempuan dimaterikan hanya sebagai entitas fisik dan jenis kelamin. Perlu dipahami perempuan dikaitkan dengan sifat ALAM yang bersifat feminim. Sifat yang dimaksud adalah sifat pengasih dan kelembutan di alam ini. Untuk melihat bagaimana sifat feminim perempuan itu sebagai landasan dasar dalam kehidupan sehari-hari, ambillah contoh kata-kata “Ibu Pertiwi” yang disematkan pada negara ini. Mengapa memilih kata “Ibu Pertiwi” karena pada dasarnya ibu yang pengasih memberikan segala hal untuk anak-anaknya untuk hidup. Misalnya kita hidup dinegara ini mendapatkan berbagai sumber daya alam yang berlimpah, untuk menghidupi manusia didalamnya. Kemudian pada bidang akademis kita mengenal istilah “Almamater” kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Ibu”. Prosesi wisuda yang diikuti lulusan tiap tahunnya bakal mendengar pesan yang diulang tiap tahunnya. Jangan membuat malu Almamater kita? Seperti mengatakan jangan bikin malu “ibu” kita yang merawatmu dan mendidikmu agar menjadi orang baik.
     Dalam kajian Kosmologi islam yang dikaji secara mendalam oleh Sachiko Murata, menempatkan sifat feminim perempuan sebagai landasan utama dalam Jiwa manusia dan ALAM. Bahkan TUHAN pada dasarnya memiliki sifat pengasih dan penyayang sebagaimana selalu kita sebutkan sebelum membaca ayat suci al-Quran dalam ucapan “Bismillahirahmanirrahim” artinya; Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”. Sehingga untuk menilai ALAM dasar yang diperlukan adalah sifat feminim. Pengetahuan yang didasarkan pada perspektif laki-laki (maskulin) menghasilkan pengetahuan yang berimplikasi pada aspek relasi kuasa, sedangkan pengetahuan dalam kualitas feminim berimplikasi pada aspek kasih sayang dan cinta.
     Imam Ali bin Abi Thalib: “tidak memuliakan perempuan kecuali orang mulia dan tidak menghinakan perempuan kecuali orang hina” ungkapan dari Imam Ali berimplikasi pada peran perempuan dalam kehidupan. Dalam ruang lingkup keluarga misalnya, perempuan menjadi basis utama terbentuknya sebuah kerja peradaban. Keluarga adalah basis sosial dan perempuan (Ibu) merupakan guru utama anak-anak dirumah. Perempuan menjadi pusat dari sebuah rumah tangga, perempuan bukanlah seorang pembantu, perempuan adalah permaisuri. Kerja-kerja rumahan bukanlah tugas utama perempuan, lelaki pun berperan didalamnya. Perempuan adalah rumah cinta yang mengikat psikis dan perasaan spritual dalam rumah tangga. Laki-laki hanya menjadi penjaga dalam rumah cinta itu. |Zulkifli Safri|

Komentar

Postingan Populer